Tan Malaka Dalam Tenggelamnya Sejarah



ARIFKI

Sang Revolusioner Pergerakan

Sejarah adalah tengkorak tengkorak peradaban yang masih punya tempat dalam hati umat manusia, tanpa sejarah umat manusia tidak memiliki ruang untuk mengenang asal-usulnya dan nenek moyangnya. Pedoman sebuah bangsa ketika ia bisa tertanam dalam sejarah nenek moyangnya. Kta ingat bagaimana Persia bisa menjaga kekuatan budaya daerahnya sehingga persia tidak terlalu terpengaruh oleh kekuatan arab yang membuat bangsa yang ada ditimur tengah menjadi bangsa arab. Kekuatan budaya adalah utama dalam menjaga nilai-nilai sejarah dan semangat nasionalisme masa depan.

Apakah kita masih ingat atau lupa siapa bapak Republik kita ?, kita cendrung mengabaikan segalanya dan terbawa dalam sejarah yang terbenam zaman. Bangsa ini telah banyak melupaan sejarah bangsanya, sehinga kapitalisme masuk kenegara ini adalah terlepasnya masyarakat dari sejarahnya. George Orwel mengatakan bahwa untuk menghancurkan sebuah masyarakat adalah dengan melupakan jati diri masyarakat dari sejarahnya. Seorang Pahlawan terbaik bangsa ini, Tan Malaka adalah Bapak pendiri republik ini yang dilahirkan di Nagari Pandan Gadang, Suliki, Lima Puluh Kota, Sumatera Barat, dengan nama Ibrahim. Belum ada data pasti ihwal tanggal kelahiran Tan Malaka. Banyak yang menyebut ia dilahirkan pada 19 Februari 1896, namun ada pula yang merunut bahwa angka lahir Ibrahim Tan Malaka tanggal 2 Juni 1897.

Penulis yang berkunjung kerumah Tan Malaka 27 Juni 2013 menempatkan bahwa bangsa ini tidak memberikan pengenangan yang adil kepada tokoh bangsa ini. Rumah Gadang kediaman Tan Malaka ini memiliki gonjong lima. Sebagian lantai dan dindingnya sudah rapuh. Ketika kaki satu persatu menginjak anak tangga terdengar suara berderik dari sela-sela papan itu. Rumah ini sama dengan rumah gadang lainnya. Ornament khas minang kabau sangat kental menghiasi sekelilingnya. Hanya saja dinding sebelah kiri tidak terbuat dari papan yang mendominasi, tapi dari anyaman bambu yang juga terlihat lusuh. Rumah ini di bangun tahun 1936. Ukurannya kira-kira 18 x 11 meter. Dulunya rumah ini di huni oleh Tan Malaka, salah satu pahlawan nasional yang kontroversial dalam sejarah bangsa Indonesia. Sekarang rumah ini dijadikan rumah baca dan museum Tan Malaka, di Desa Kampuang Patai, Kenagarian Pandam Gadang, Kecamatan Gunuang Omeh. Kabupaten Lima Puluh Kota. Propinsi Sumatera Barat. Begitulah penulis mengambarkan kondisi rumah Tan Malaka itu saat ini.

Tokoh yang terkenal dengan garis pemikiran Madilog ini betul-betul terpencil dari perhatian pemerintah dalam melestarikan sejarah tentangnya. Bukan saja ketika ia hidupia menjadi pejuang dan revolusioner kesepian. Saat ia telah tiadapun Tan Malaka tetap menjadi orang yang ditinggalkan sejarah. Penulis menganggab pemerintah orde baru sangat keji dalam memusnahkan hal-hal yang berbau komunis, kematian masyarakat beberapa generasi akibat keterkaitannya dengan unsur komunis menyebabkan nilai-nilai kemanusian terabaikan secara objektif. Penulis kurang sepakat dengan sebahagian kalangan yang menganggab Tan Malaka adalah komunis, penulis meyakini Tan Malaka adalah tokoh yang berpikir dengan gaya multidimensi bukanlah komunis.

Terkait dengan hubungan Tan Malaka dengan Komunis Internasional adalah sebahagian dari aktifitas Tan Malaka yang ditonjolkan. Kita harus melihat bagaimana Tan Malaka mengkritik sikap tahayul dan mitos warga indonesia dalam beragama. Bagian itu menarik sekali pembahasannya bahwa Tan Malaka adalah tokoh multidimensi. Generasi masa depan jangan terbawa emosi sejarah yang tidak adil dalam memahami track record Tan Malaka. Kita tidak bisa lepas dari kenyataan bahwa ide pembentukan republik dan merangkai bentuk bangsa ini adalah buah tangan Tan Malaka. Penulispun merasa sedih menggambarkan rumah Tan Malaka saat ini penuh dengan nilai-nilai pelupa yang dibangun bangsa ini terhadap tokoh yang tulisannya menggugah orang yang membacanya.

Haruskah kita abai dengan sejarah bangsa kita, bangsa ini sangat gampang sekali lupa dengan jasa dan makna. Tan Malaka bisa menjadi bagi kita memahami bangsa ini. Tan Malaka sudah berkali-kali mengkritik tentang kapitalisme sebagai sistem yang berbahaya. Namun itu semua tetap saja muncul dan digunakan bangsa ini, kebodohan yang dibenarkan dalam pembuatan kebijakan adalah gambaran bahwa kita tidak pernah bercermin kepada sejarah bangsa ini. Bangsa pelupa adalah bangsa yang menjadi korban korban kapitalise kedepan.

Ketika Tan Malaka adalah nama jalan, Agus Salim adalah nama Stadion Semen Padang, Pancasila menjadi sampul buku, Soekarno Hatta adalah bandara dan Garuda itu didadaku. Kebenaran sejarah itu letaknya dimana dalam rangkayan bangsa ini. Tan Malaka begitu asing kita dengan wajahnya, baik itu tokoh kemerdekaan maupun tokoh muda saat ini. Tulisan-tulisan Tan Malaka tentang pergerakan dan memandang bangsa secara intelektual. Mana yang hebat Tan Malaka dalam mengambarkan pemikirannya. Soekarno saja pernah memberikan pengharagaan bahwa Tan Malaka adalah spesial dihatinya, ketika saya berakir dalam perperangan maka Tan Malakalah yang menggantikannya sebagai presiden.

Minangkabau memang banyak melahirkan tokoh-tokoh penting republik ini, Tan Malaka, Hatta, Syahrir, Agus Salim, Muh. Yamin dan Banyak tokoh lainnya lagi. Apakah Minangkabau akan berakhir sebagai industri pemikiran yang melahirkan tokoh-tokoh indonesia masa depan. Kita berharap jangan ada upaya dalam menenggelamkan tokoh-tokoh yang potensial. Bangsa ini akan terus memanen kebodohan sebab tiap hari dipupuk dengan ketergantungan kepada asing. Asing akan terus membuat kita lupa dengan sejarah kita sebagai bangsa yang kaya akan sejarah. Mari bangkit pemikir-pemikir indonesia.

Arifki

Follow On Twitter